Tata Laksana Pencegahan Stunting

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Minggu, 25 Juni 2023 pukul 11:53


Peran Dinas Kesehatan dalam Pencegahan dan Penanggulangan Anak Stunting di Provinsi DKI Jakarta *berdasarkan Surat Edaran Nomor 10/SE/2023 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Anak Stunting di Provinsi DKI Jakarta

  1. Puskesmas

  1. Setiap balita, ibu hamil, calon pengantin (catin) dan remaja putri usia 16-18 tahun yang ada di DKI Jakarta harus diketahui status gizinya dan mendapatkan penanganan sesuai dengan kondisinya;

  2. Melakukan pengukuran Berat Badan (BB), Panjang Badan/Tinggi Badan (PB/TB), Lingkar Lengan Atas (LiLA) pada seluruh sasaran berisiko (total coverage) yaitu Balita usia 0-59 bulan, remaja putri usia 12-18 tahun, calon pengantin dan ibu hamil. Khusus untuk balita juga ditambahkan pengukuran Lingkar Kepala (LK);

  3. Kepala Puskesmas membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari petugas puskesmas (Gizi, Bidan, Perawat, Dokter, Tim KPLDH) bersama dengan kader di wilayah kerja masing-masing dibawah koordinasi langsung Kepala Puskesmas;

  4. Melakukan kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan sebagai deteksi dini gangguan tumbuh kembang dan mencegah kekurangan gizi pada balita. Kegiatan ini dapat dilakukan secara aktif dan pasif melalui UKBM Posyandu, PAUD, maupun di Puskesmas sesuai alur Penanganan kasus masalah gizi pada balita di puskesmas yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1186/2022 tentang Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini;

  5. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat antropometri sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1340/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1182/2022 tentang Standar Alat Antropometri dan Alat Deteksi Dini Perkembangan Anak;

  6. Memberikan intervensi bagi kelompok sasaran yang mengalami masalah gangguan pertumbuhan dan kesehatan sesuai dengan sasaran kelompok berisiko dan kebijakan strategi intervensi dari nasional dengan rincian sebagai berikut:

  1. Balita 

    1. Weight Faltering 

      1. Weight Faltering adalah gagal tumbuh yang ditandai dengan Kenaikan berat badan yang tidak adekuat. Memperlambat laju pertumbuhan linear; 

      2. Memberikan Makanan Tambahan (MT) berbasis bahan pangan lokal yang kaya akan protein hewani selama 14 hari;

      3. Apabila selama 14 hari pemberian Makanan Tambahan tidak ada kenaikan berat badan maka segera rujuk ke rumah sakit;

      4. Penyediaan Makanan Tambahan dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

    2. Underweight

      1. Underweight adalah balita dengan keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi berat badan kurang, dimana berat badan menurut usia (BB/U) kurang dari -2 sampai dengan -3 standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO;

      2. Memberikan Makanan Tambahan (MT) berbasis bahan pangan lokal yang kaya akan protein hewani selama 14 hari;

      3. Apabila selama 14 hari pemberian Makanan Tambahan tidak ada kenaikan berat badan maka segera rujuk ke rumah sakit;

      4. Penyediaan Makanan Tambahan dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.


  1. Gizi Kurang

    1. Gizi Kurang adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi kurus, dimana berat badan menurut Panjang badan atau tinggi badan (BB/TB) kurang dari -2 sampai dengan -3 standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO;

    2. Memberikan Makanan Tambahan (MT) berbasis bahan pangan lokal yang kaya akan protein hewani selama 90 hari;

    3. Penyediaan Makanan Tambahan dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.


  1. Gizi Buruk

    1. Gizi Buruk adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi sangat kurus, dimana berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/TB) kurang dari -3 standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO;

    2. Menatalaksana sesuai dengan penyakitnya dan memberikan tatalaksana asuhan gizi buruk sesuai dengan buku Pedoman Tatalaksana Anak Balita Gizi Buruk, yaitu dengan memberikan F75 selama 3 hari dan F100 selama 11 hari;

    3. Penyediaan Makanan Tambahan dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku;

    4. Rujuk ke rumah sakit bila dalam proses tatalaksana membutuhkan penanganan lebih lanjut dan mengalami perburukan kondisi.


  1. Stunting

    1. Stunting adalah balita perawakan pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia (TB/U) yang kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO, disebabkan kekurangan gizi kronik yang berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, asupan nutrisi dan kesehatan ibu yang buruk, riwayat sakit berulang dan praktik pemberian makan pada bayi dan anak yang tidak tepat;

    2. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan konfirmasi terhadap red flag yang menyebabkan stunting oleh Dokter Spesialis Anak;

    3. Melakukan algoritme pencegahan dan penanganan stunting yang terdapat dalam  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia sesuai dengan Nomor Hk.01.07/Menkes/1928/2022 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Stunting sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini. 


  1. Remaja Putri

    1. Dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) pada remaja usia 12-18 tahun di sekolah pada kegiatan skrining siswa Kelas 7 dan Kelas 10;

    2. Mengonsumsi Tablet Tambah Darah 1 (satu) tablet setiap minggu total 52 tablet.

  2. Calon Pengantin 

  1. Melakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) untuk mengetahui status anemia;

  2. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLA) bagi calon pengantin putri untuk mengetahui status gizi.

  1.  Ibu Hamil

    1. Melakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) untuk mengetahui status anemia;

    2. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLA) bagi calon pengantin putri untuk mengetahui status gizi;

    3. Memberikan Makanan Tambahan (MT) berbasis bahan pangan lokal yang kaya akan protein hewani selama 14 hari;

    4. Tenaga pelaksana untuk pengolahan bahan pangan dan distribusi diserahkan kepada kader.

  1. Memberikan edukasi kepada ibu balita/ pengasuh mengenai hasil pemantauan pertumbuhan, Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), stimulasi perkembangan dan pelayanan kesehatan berikutnya sebagai tindak lanjut pemantauan pertumbuhan dan perkembangan;

  2. Melakukan pelayanan ANC sesuai standar pada semua ibu hamil di Provinsi DKI Jakarta;

  3. Melaksanakan skrining Hipotiroid Kongenital pada seluruh bayi baru lahir di Provinsi DKI Jakarta;

  4. Memastikan dan melengkapi imunisasi sesuai program pemerintah;

  5. Mencari riwayat penyakit antara lain TBC, HIV, penyakit kecacingan, diare, sindrom hipotiroid kongenital dan keganasan pada anak maupun pada orang lain yang tinggal serumah (kontak erat);

  6. Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pemantauan pertumbuhan dan perkembangan oleh tenaga kesehatan, dibantu oleh kader masyarakat, dan di-input   melalui  Sistem   Informasi   Gizi   Terpadu (e-PPGBM) agar data tersedia secara real time by name by address, baik di Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas, Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Administrasi dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta;

  7. Balita yang ditemukan mengalami masalah gizi (gagal tumbuh, gagal kembang, dan infeksi penyakit) harus segera diintervensi sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, dengan Petugas Kesehatan melakukan tahapan sebagai berikut:

  1. Melakukan pelacakan kasus, mengkonfirmasi kembali BB, TB/PB, LiLA dan menganalisis indeks antropometri BB/U, PB/U atau TB/U, BB/TB, dan IMT/U, mengikuti alur deteksi dini dan tatalaksana masalah gizi pada balita yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2020 Tentang Standar Antropometri anak sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Surat Edaran ini;

  2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyakit penyerta dan komplikasi medis;

  3. Melakukan pemeriksaan penunjang dasar yang tersedia pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertaman (FKTP) seperti pemeriksaan darah rutin, urinalisis, feses rutin dan tes Mantoux untuk kemungkinan infeksi tuberkulosis. Jika teridentifikasi ada penyebab medis atau komplikasi yang mendasari misalnya penyakit jantung bawaan, dan tata laksana dengan PKGK tidak menunjukkan respon yang adekuat selama 1 minggu, maka anak dirujuk ke dokter spesialis anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL);

  4. Melakukan konseling dengan menyampaikan informasi kepada orang tua/ pengasuh tentang hasil penilaian pertumbuhan anak dan alasan rujukan resiko bila tidak dirujuk akan dapat kehilangan kesempatan memperbaiki kecerdasan anak agar mencapai kualitas optimal. Sehingga harus mendapatkan tatalaksana segera yang sesuai dengan penyebabnya dan dilakukan terutama untuk anak < 2 tahun;

  5. Melakukan edukasi dengan memberi penjelasan tentang penyebab gagal tumbuh kembang/stunting pada balita yaitu pola makan yang kurang energi dan protein hewani, menjelaskan komposisi makanan yang benar. Selain itu juga menjelaskan pentingnya pola tidur karena hormon pertumbuhan bekerja paling baik  saat  anak deep sleep antara jam 23.00 - 02.00 malam.

  1. Semua anak yang memenuhi kriteria PB/U atau TB/U <-2 SD tanpa atau dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke FKRTL yang memiliki Dokter Spesialis Anak dengan kelengkapan pemeriksaan penunjang usia tulang, darah lengkap, hormonal untuk dicari penyebabnya (red flags);

  2. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses pelaksanaan intervensi secara berkala yang dilakukan secara berjenjang oleh Suku Dinas Kesehatan dan Dinas Kesehatan;

  3. Melakukan penguatan surveilans gizi di seluruh Posyandu yang ada di wilayah kerja.


  1. Rumah Sakit

    1. Sebanyak Tiga Puluh Dua (32) RSUD/RSKD di DKI Jakarta menerima rujukan dari Puskesmas untuk anak dengan:

  1. Perawakan pendek atau short stature (balita, dengan tinggi badan yang berada di bawah -2 SD pada kurva pertumbuhan WHO (TB/U atau PB/U) atau buku KIA) dengan ICD-10 version 2010 E45 Retarded Development  Following Protein-Energy Malnutrition. Include Nutritional Short Stature/ Nutritional Stunting/ Physical Retardation Due to Malnutrition;

  2. Berat Badan Kurang dan Weight Faltering namun tidak berperawakan pendek yang teridentifikasi ada penyebab medis (komplikasi) dan tidak respon dengan pemberian tatalaksana Pangan Khusus Gizi Khusus (PKGK).

  1. Melakukan tatalaksana diagnosis anak dengan perawakan pendek yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2014 tentang pemantauan pertumbuhan, perkembangan dan gangguan tumbuh kembang anak yang terdapat dalam Lampiran 4 surat edaran ini, sesuai kebutuhan namun tidak terbatas pada:

  1. Anamnesis

Anamnesis terutama untuk mencari kemungkinan adanya penyebab patologis. Perlu ditanyakan mengenai riwayat kelahiran dan persalinan, status imunisasi, tumbuh kembang, gangguan gizi, penyakit kronis dan riwayat pendek dalam keluarga, riwayat penyakit menular (TBC, HIV, dan lain-lain) di kontak serumah, aspek psikososial, dan riwayat pubertas pada orang. Hendaknya juga kapan mulai terjadi keterlambatan pertumbuhan;

  1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan sistematis terhadap semua sistem tubuh terutama mencari secara cermat adanya gambaran dismorfik. Pemeriksaan neurologi termasuk pemeriksaan lapang pandang dan funduskopi diperlukan untuk mencari kemungkinan keganasan (tumor otak, retinoblastoma, dan lain-lain). Kelenjar tiroid pada setiap anak juga harus diperiksa, serta perlu dinilai tingkat maturasi kelamin. Auskultasi untuk mencari masalah respirasi dan kardiovaskular dan gangguan abdomen;

  1. Analisis Kurva Pertumbuhan

Analisis kurva pertumbuhan merupakan langkah paling penting dalam evaluasi anak yang mengalami gangguan pertumbuhan. Ada empat aspek dari kurva pertumbuhan yang harus dievaluasi secara cermat, yaitu reliabilitas pengukuran, tinggi badan absolut, kecepatan pertumbuhan dan rasio berat badan terhadap tinggi badan;

  1. Pemeriksaan Penunjang meliputi:

    1. Pemeriksaan darah lengkap;

    2. Pemeriksaan hormonal;

    3. Pemeriksaan usia tulang;

Pubertas yang terlambat merupakan bagian dari pola pertumbuhan pada constitutional delay of growth and puberty (CDGP). Pada kondisi ini mungkin diperlukan pemeriksaan kadar gonadotropin serum. Pada anak pendek dengan kecepatan pertumbuhan normal memerlukan pemeriksaan usia tulang (bone age);

  1. Pemeriksaan kariotipe (bisa dilakukan, bisa tidak);

  2. Pemeriksaan survei radiologi displasia tulang.



  1. Tatalaksana dilakukan oleh Dokter Spesialis Anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tindak Lanjut (FKRTL) meliputi 3 aspek, yaitu:

  1. Tatalaksana Nutrisi dengan pemberian makan yang benar dan energi cukup (protein energy ratio, PER 10- 15%) sesuai dengan asuhan nutrisi pediatric;

  2. Jadwal tidur teratur (capai deep sleep pukul 23.00 - 03.00);

  3. Olahraga/aktifitas fisik teratur selama 30 - 60 menit, minimal 3 - 5 kali seminggu. Melakukan terapi pada perawakan pendek;

  4. Medikamentosa 

Anak dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan sedangkan dengan kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya. Variasi normal perawakan pendek yang tidak memerlukan pengobatan yaitu: Familial short stature dan constitutional delay of growth and puberty;

  1. Terapi Hormon Pertumbuhan. 

Disamping terapi untuk anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan, hormon pertumbuhan diberikan juga untuk anak dengan sindrom Turner, anak dengan IUGR (Intrauterine Growth Retardation), gagal ginjal kronik dan sindrom Prader Willi;

  1. Terapi suportif

Pemberian nutrisi yang optimal, konsultasi psikiatri atau psikologi bila ada gangguan makan dan lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll). 

  1. Melakukan pemantauan atau monitoring terhadap terapi dan tumbuh kembang.

  1. Suku Dinas Kesehatan Kota Kabupaten Adminxistrasi dan Kabupaten

    1. Memastikan setiap Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayah sudah mempunyai alur penatalaksanaan balita dengan perawakan pendek;

    2. Melakukan monitoring dan evaluasi proses penatalaksanaan balita dengan perawakan pendek;

    3. Melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.


Bagikan Artikel
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta